Selasa, 25 November 2014

SUDAH WUSHUL.......???
“Terkadang, ada  seseorang  mengambil berkah kemuliaan dengan mengungkapkan tahapan ruhani (maqam), juga ada juga orang yang sudah wushul , mengungkapkan tentang  maqam itu. Hal demikian sulit dibedakan, kecuali oleh orang yang memiliki matahati yang terang.”
Ini menunjukkan bahwa tidak setiap orang yang mampu mengungkapkan maqam-maqam dunia sufi itu, berarti ia telah meraih maqam tersebut, atau telah wushul pada Allah Swt (orang yang dibukakan ma’rifatullah) atau telah meraih hakikat. Belum tentu. Namun ia hanya mengambil berkah kemuliaan maqam itu, dengan cara mengungkapkannya.
Namun memang ada juga yang mengungkapkan wacana maqomat itu, memang karena ia sendiri telah wushul pada Allah Swt. Untuk mengetahuinya, sangat sulit, karena serupa. Kecuali orang yang memiliki matahati yang terang, yang bisa membedakannya.
Namun tanda-tanda orang yang mengungkapkan maqam tersebut, jika belum meraih wushul, menurut Syeikh Zarruq ra, ada tiga:
  1. Ketika mengungkapkan maqomat itu tampak  semangat dengan rasa gembira.
  2. Ketika menyatakannya tampak sempit maknanya, yang sesungguhnya begitu luas.
  3. Ia tampak mencari-cari faktor lain untuk meraih maqomat itu.
Oleh sebab itu, bagi para pemula (salik), seharusnya ia menahan diri untuk mengungkapkan maqamat tertentu, karena bisa berbahaya bagi dirinya sendiri.
Karena itu Ibnu Athaillah melanjutkan:
“Bagi sang salik (penempuh) tidak seyogyanya mengungkapkan anugerah-anugerah ruhaninya (warid), sebab hal demikian membuat amal hatinya semakin sempit, dan bisa menghalangi kebenaran kebersamanya dengan Allah Swt.”
Seorang murid (penempuh) seharusnya merahasiakan ilmu, amal, dan kondisi ruhaninya ketika meraih anugerah, sebab ketika mengungkapkannya malah jadi membuat ikhlasnya berkurang, sementara ketika menyatakan pengalaman ruhaninya, menujukkan betapa ia belum benar bersama Tuhannya.
Banyak dampak negatif ketika seseorang mengungkapkan pengalaman batinnya kepada orang lain, kecuali dalam rangka untuk pendidikan dirinya, agar ia tidak terjebak dalam khayalannya sendiri. Diantara dampak itu antara lain:
  • Seseorang bisa bangga dengan anugerah batinnya, yang bisa menimbulkan takjub dan riya’.
  • Ia malah terjebak untuk mengandalkan amal ruhaninya, bukan mengandalkan Allah Swt.
  • Ia akan terjerumus ghurur (tipudaya) karena merasa dirinya telah sampai pada tujuan hakikat, padahal baru sampai gerbangnya.
  • Ia menjadi takabur, karena merasa lebih hebat dibanding yang lain.
  • Perjalanan ruhaninya mandheg (terhenti) dan akhirnya jadi pengkhayal dan pelamun.

TUESDAY, 21 OCTOBER 2014 12:28
HITS: 378
SUFINEWS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar